Menatap sebuah epilog hidup
yang dipunggah dari rak takdir
dia mula menghafal
yang dipunggah dari rak takdir
dia mula menghafal
kata demi kata
mencari makna
bahasa kalbu yang kelabu
bahasa kalbu yang kelabu
direncanakan daun waktu
sedang kelmarin sudah jauh berlalu
esok tetap setia menunggu
gerimis kecil yang tak jadi luruh
Membaca epilog berdebu
di dinding sejarah
yang diselaputi sawang berhabuk
dari jendela minda yang terbuka
tanpa prolog indah
tanpa prolog indah
di dalamnya tercatat kalimah gundah
kehidupan cukup trajis dan menghiris
(klik di sini)
(klik di sini)
Dia telah diberi pilihan
memilih epilog impian
warna-warni halaman
rangkap demi rangkap
yang tak sempat disemat dalam ingatan
Setelah usai menyelak
perenggan demi perenggan
muka surat terakhir antologi
dia sempat mencatat
“mengapa merenung bulan gerhana
sedang di balik mega
ada bintang bercahaya.”
0 Response to "SEBUAH EPILOG HIDUP"
Post a Comment